Cek "pengaturan" yang diterapkan di situs kepenulisan.com dalam tautan berikut: Ketentuan

Sastra Siber

Sastra Siber

Sastra Siber (Cyber Literature) dalam era digitalisasi — Teknologi informasi telah memberikan pengaruh signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia sastra, yang dari masa ke masa telah mengalami perkembangan hingga akhirnya menjadi ciri khas dari angkatan sastra.

Di era internet yang canggih, serba digitalisasi, sastra masih tetap eksis dan bahkan ikut bertranformasi. Munculnya banyak karya sastra di dunia maya telah menghasilkan bentuk baru yang dikenal sebagai sastra siber atau cyber literature.

Siber sastra atau sastra digital, merujuk pada karya sastra yang dibuat, diterbitkan, dan dikonsumsi melalui platform daring (online). Karya sastra ini bisa berupa puisi, cerpen, novel, dan berbagai bentuk ekspresi kreatif lainnya.

Sastra siber telah menjadi media berkreasi di bidang sastra yang memungkinkan siapa saja menghasilkan karya tulisnya. Siapapun dapat mempublikasikan karya tulisnya, seperti puisi, fiksi, dan bentuk sastra lainnya di internet.

Media sosial dan platform menulis seperti blog, atau situs web yang menyediakan tempat untuk penulis berkarya; sering digunakan sebagai sarana mengungkapkan ide kreatif dan membangun eksistensi penulis di era siber sastra.

Apa yang dimaksud dengan Sastra Siber?

Sastra siber merujuk pada karya sastra yang muncul dalam era digital, atau karya-karya yang dipublikasikan pertama kali di internet, entah itu melalui platform menulis, sosial media, atau situs web. Tidak dicetak oleh penerbit mayor, dan jenis penerbit buku lainnya.

Sastra siber melibatkan penggunaan teknologi dan media online dalam proses menciptakan dan menyebarkan karya sastra tersebut ke pembaca.

Pada awal pengenalan sastra siber di Nusantara, banyak perdebatan muncul di kalangan penggiat sastra tanah air. Ada yang berpendapat bahwa karya sastra siber merupakan karya yang tidak dicetak, tapi dapat dibaca lewat internet. Juga karya-karya cetak yang diperkenalkan kembali dengan bentuk e-book.

Pendapat lain mengatakan bahwa meskipun karya tersebut telah dipublikasikan pertama kali dan diperkenalkan di internet; jika dicetak menjadi sebuah buku, maka karya tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai sastra siber lagi. Namun, karya cetak yang dialihwujudkan ke dalam bentuk digital, akan disebut sastra siber juga.

Genre Sastra Siber

Genre sastra siber terdiri dari 11 jenis seperti yang dipaparkan oleh Fitri Merawati, M.A. yang merupakan seorang Dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dalam sebuah acara Forum Apresiasi Sastra (FAS) ke-44 pada 2015 silam. Genre sastra siber tersebut di antaranya:

  1. Fiksi Hiperteks,
  2. Fiksi Interaktif,
  3. Puisi Hiperteks,
  4. Puisi Interaktif,
  5. Puisi Animasi,
  6. Fiksi Blog,
  7. Karya Sastra Instalasi Komputer,
  8. Computer Generated Fiction,
  9. Computer Generated Poetry
  10. Karya Sastra Kolaboratif, dan
  11. Karya Sastra Online.
Untuk penjelasan tentang kesebelas jenis genre sastra siber di atas, akan dibahas di artikel yang berbeda.

Sejarah Perkembangan Sastra Siber di Indonesia.

Menurut penjelasan dari Ery Agus Kurnianto, S.Pd, M.Hum. yang dikutip dari situs Kemendikbud Jawa Tengah, "Aktivitas sastra yang memanfaatkan komputer atau internet itu disebut sastra siber."

Orang-orang yang berkecimpung di dunia sastra melihat sastra siber sebagai respon terhadap perubahan zaman dan teknologi, serta sebagai ruang kreatif yang inovatif dalam dunia literasi.

Perkembangan sastra siber di Indonesia dimulai dari tahun 90-an akhir hingga awal 2000-an atau pada masa itu disebut sebagai era reformasi. Munculnya sastra siber di Indonesia diiringi dengan semangat perkembangan teknologi dan internet di tanah air.

Graffiti Gratitude: Karya Sastra Siber Pertama yang Dibukukan.

Karya sastra siber yang pertama kali dibukukan adalah "Grafitti Gratitude" atau biasa disebut sebagai Gra-Gra, yang merupakan antologi puisi siber. Gra-Gra dipublikasikan oleh Yayasan Multimedia Sastra (YMS) pada tahun 2001, di antara bulan April - Mei, di Jakarta.

Pada masa kemunculan Graffiti Gratitude di kancah kesusastraan Indonesia modern, Gra-Gra memperkenalkan sastra siber kepada khalayak penikmat sastra Indonesia yang mulanya hanya sebagai konsumsi pribadi penulis di blog pribadi karena pada masa itu, tentu belum banyak orang yang memiliki perangkat untuk mengakses internet.

Kemunculan Graffiti Gratitude lah yang membawa istilah 'puisi cyber’, ‘penyair cyber’, ‘sastra cyber’, dan ‘sastrawan cyber’ di Indonesia. Akan tetapi, kehadiran Graffiti Gratitude sebagai sastra siber di Indonesia tidak semerta-merta diterima begitu saja oleh para ahli yang bergerak di bidang kepenulisan dan sastrawan.

Kontroversi Sastra Siber di Indonesia.

Ahmadun Yosi Herfanda, di tanggal 29 April 2001 yang pada masa itu menjabat sebagai Redaktur Koran Republika pernah mempublikasikan satu opini tentang sastra siber sebagai kritik sastra bertajuk "Puisi Cyber, Genre atau Tong Sampah".

Menyadur informasi yang dipublikasikan oleh Hayam Wuruk, lembaga pers Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dalam situs-nya yang dipublikasikan pada 2007 silam mengutip opini Ahmadun Yosi Herfanda yang mengatakan bahwa:

Sastra Siber merupakan pemanfaatan media digital sebagai media alternatif sosialisasi karya sastra dan tong sampah bagi karya-karya yang tidak tertampung atau ditolak oleh media cetak.

Dikatakan sebagai media alternatif, karena wadah ini lah yang memungkinkan tumbuhnya karya-karya dengan semangat kebebasan kreatif, liar, dan terlepas dari aturan-aturan; yang selama ini tidak mendapatkan perhatian di media cetak, seperti: rubrik, sastra koran, maupun majalah.

Pada masa itu—bahkan sekarang pun—seseorang baru bisa dikatakan sebagai penulis, apabila telah berhasil tembus ke redaksi penerbit, sehingga karya tulisnya bisa diterbitkan dan dicetak untuk bisa dinikmati pembaca.

Hal inilah yang membuat para penulis sastra siber lebih sering disebut sebagai author alih-alih penulis karena merasa tidak layak sebab belum berhasil lolos ke meja redaksi.

Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa cita-cita terbesar seorang penulis di era siber sastra ini ialah dapat mencetak karya tulisnya menjadi sebuah buku, walau tidak mendapatkan ISBN atau mendapatkan rak di Gramedia.

Meski dicetak hanya hitungan jari eksemplar saja, yang penting bisa dipeluk dan dipajang di rak buku kamar. 

Dampak Sastra Siber terhadap Pembaca

Eksistensi siber sastra membawa keunikan terhadap sastra Indonesia dan dunia, melalui medianya yang kini telah akrab di tangan masyarakat, siber sastra berkembang sebagai bentuk perkembangan zaman yang semakin modern dan serba digital. 

Sastra Siber

Saat ini pula, siber sastra dipandang sebagai sarana menjawab dinamika kehidupan sosial di kehidupan masyarakat dengan segala pertanyaan dan masalah yang menyertainya. Siber sastra telah membantu siapapun untuk berani berkarya melalui tulisan atau mencari bahan bacaan yang beragam. 

Dengan perkembangan sastra ke bentuk digital, banyak sastrawan berharap dampaknya dapat meningkatkan literasi dan minat baca di Indonesia. 

Siber sastra diharapakan dapat meningkatkan minat baca masyarakat, khususnya kalangan remaja. Namun sayangnya, kebebasan kreatif dan tanpa aturan ini membuat siapapun dapat menghasilkan karya tanpa tanggung jawab. 

Alasan bebas berkarya dan kreatif berpikir membuat para penulis menghasilkan karya yang ditulis di luar kapasitasnya. Namun, meskipun dinilai "berada di luar kapasitas", tetap saja, karya-karya yang dalam tanda kutip tetap mendapatkan panggung dan digandrungi remaja.

Kebebasan berkarya dan kreatif berpikir ini dipandang oleh Ahmadun Yosi Herfanda sebagai, "anarkisme estetik, dan sikap kesembarangan, siapa saja dapat memasukkan karya sastra macam apa saja di media siber."

Eksplorasi Dampak Sastra Siber: Anarkisme Estetik, dan Sikap Kesembarangan.

Para pengguna sosial media, seperti Twitter dan Facebook pastilah tahu, bahwa karya-karya Wattpad dan platform sejenisnya; telah menjadi platform yang menghasilkan karya-karya anarkisme estetik.

Anarkisme Estetik tidak selalu dipandang sebagai hal yang negatif. Pemahaman ini bukan hal yang baru. Setiap penulis boleh menghasilkan karya yan ber-estetika anarkisme.

Anarkisme estetika adalah sebuah gerakan dalam dunia sastra yang menekankan pada kebebasan kreatif dan penolakan terhadap norma-norma sastra yang mapan. Dalam anarkisme estetika, penulis membebaskan diri dari konvensi dan aturan-aturan yang membatasi ekspresi. 

Penulis bisa mengeksplorasi pemikiran dan imajinasi yang bebas, menciptakan karya-karya yang revolusioner dan provokatif. Anarkisme estetika dalam dunia sastra merangkul kekacauan dan ketidakpatuhan, seringkali mengejutkan dan mengguncangkan pembaca dengan bahasa yang tak terduga, narasi yang tidak linear, dan simbolisme yang kompleks. 

Gerakan ini mendorong individu untuk menjelajahi batas-batas konvensional dan menggali kebenaran melalui estetika yang memberontak.

Melalui platform menulis dan membaca novel gratis seperti Wattpad, Fizzo, dan sejenisnya; ada banyak karya yang memuat anarkisme estetik dan sikap kesembarangan tanpa tanggung jawab, dengan dalih bersenang-senang. 

Karya-karya yang memuat tindakan asusila, cabul, vulgar, dan hal gila lainnya. Seperti contoh gambar yang diambil dari komunitas sastra siber: wattpad screeenshots that wanna makes you kill yourself.

Eksplorasi Dampak Sastra Siber
Sumber: Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis

Sikap kesembarangan ini pun mengarah ke bentuk fanfiction atau fiksi penggemar. Gelombang Budaya Pop Korea atau K-Pop melahirkan jenis karya baru di sastra siber yang disebut sebagai fiksi penggemar, kini di Twitter, bentuk tulisan ini sering disebut sebagai AU atau Alternative Universe.

Dalam karya fiksi penggemar, kebanyakan idol yang digunakan sebagai visual cast ditempatkan pada sebuah cerita yang mengarah ke tindakan asusila, vulgar, dan hal gila lainnya. 

Tidak semuanya begitu, tapi ada. Ada banyak karya yang seperti itu mendapatkan panggung.

Walau demikian, tentu ada lebih banyak karya-karya sastra siber yang berhasil dicetak dan dilirik penerbit mayor dengan penyesuaian dan penyuntingan oleh aturan redaksi penerbit. Bahkan, di tahun 2018-an; ada banyak karya sastra siber yang diadaptasi menjadi film, dan serial.

Sikap Kesembarangan dalam Karya

Karya-karya yang memuat kesembarangan sikap dan anarkisme estetik tentu bukan hal yang baru muncul seiring perkembangan siber sastra. Jauh sebelum kehadiran siber sastra di Indonesia, sudah ada novel stensilan yang pada masanya sangat digemari pembaca.

Kalau kata Hetih Rusli, seorang editor fiksi Gramedia Pustaka Utama:

"Novel sastra Indonesia memang terkadang erotis. Tapi, itu sudah melalui perumusan di tahap redaksi. Kalimat vulgar yang ditulis tidak semata-mata mengundang berahi."

Walau terkadang erotis, tetap harus punya tujuan. "Lebih dibicarakan, didiskusikan, tujuannya apa. Semua bisa menulis dengan bahasa atau kata yang cabul. Tapi bagaimana membuat kata itu menjadi punya arti dan nilai sastra yang indah, punya makna," kata Hesti Rusli yang dikutip dari CNN dalam artikel 'Di Novel Sastra, Erotika Diramu Jadi Estetika'.

Pengaruh Sastra Siber terhadap Industri Kepenulisan, Penerbitan, dan Kesusastraan di Indonesia.

Pengaruh Sastra Siber terhadap industri kepenulisan, penerbitan, dan kesusastraan di Indonesia menjadi semakin signifikan. Salah satu pengaruh utama sastra siber adalah kemudahan aksesibilitas. 

Dulu, untuk menemukan karya sastra, seseorang harus mencari buku di perpustakaan atau toko buku fisik. Namun, dengan sastra siber, siapa pun dapat dengan mudah mengakses karya sastra secara online, kapan saja dan di mana saja. 

Hal ini memungkinkan penulis untuk menjangkau audiens atau pembaca yang lebih luas dan memperluas pasar sastra di Indonesia. Banyak penulis pemula dapat mempublikasikan karya mereka secara mandiri melalui platform online, sehingga menciptakan peluang baru bagi penulis yang belum dikenal.

Selain itu, sastra siber juga telah mengubah pola distribusi dan penerbitan buku. Perkembangan teknologi digital memungkinkan penerbitan buku secara elektronik atau e-book. 

Bahkan, banyak penerbit yang kini lebih memilih membukukan karya sastra siber yang telah memiliki "peminatnya" alih-alih menerbitkan naskah baru. 

Buku elektronik pun menjadi populer di kalangan pembaca karena kemudahan membawa banyak buku dalam satu perangkat, serta dapat diakses langsung melalui smartphone atau tablet. 

Sastra Siber juga mengurangi biaya produksi dan distribusi buku, sehingga mendorong munculnya penerbit-penerbit kecil yang fokus pada penerbitan buku digital. 

Sastra siber juga telah melahirkan jenis penerbit buku baru, yang dulu hanya dikenal "Penerbit Mayor", kini ada pula penerbit indie.

Hal ini memberikan kesempatan bagi penulis independen atau penulis mandiri untuk menerbitkan karya mereka tanpa bergantung pada penerbit mayor.

Selain itu, sastra siber juga telah memengaruhi gaya penulisan dan genre sastra di Indonesia. Sastra siber memberikan kebebasan ekspresi kepada penulis untuk mengeksplorasi bahasa dan gaya penulisan yang lebih bebas dan eksperimental. 

Banyak penulis muda menggunakan media sosial atau blog untuk mempublikasikan puisi, cerita pendek, atau novel pendek. Penulis-penulis itu dapat berinteraksi langsung dengan pembaca melalui komentar dan kolom umpan balik (feedback), sehingga membentuk komunitas sastra digital yang aktif.

Sastra Siber

Selain itu, sastra siber juga memengaruhi budaya membaca di Indonesia. Pembaca tidak hanya terbatas pada buku cetak, tetapi juga dapat menikmati karya sastra dalam format digital. 

Sastra siber memberikan kemungkinan eksplorasi baru bagi pembaca, dengan akses ke beragam karya sastra dari penulis dalam negeri maupun luar negeri. 

Pembaca juga dapat berpartisipasi dalam diskusi online, merekomendasikan karya kepada orang lain, dan terlibat dalam komunitas sastra di media sosial. Namun, seperti halnya perkembangan teknologi lainnya, sastra siber juga memiliki tantangan. 

Salah satunya adalah risiko pelanggaran hak cipta dan pencurian karya. Dalam dunia digital, reproduksi dan distribusi ilegal karya tulis menjadi lebih mudah. Dibutuhkan langkah-langkah perlindungan hak cipta yang lebih kuat untuk melindungi karya-karya penulis dari penggunaan yang tidak sah.

Secara keseluruhan, pengaruh Sastra Siber terhadap industri kepenulisan, penerbitan, dan kesusastraan di Indonesia sangatlah besar. Sastra Siber memberikan kesempatan baru bagi penulis pemula, merombak pola distribusi buku, mengubah gaya penulisan, dan membentuk budaya membaca yang baru. 

Dengan perkembangan teknologi yang terus berlanjut, Sastra Siber diharapkan akan terus menjadi kekuatan yang mempengaruhi industri sastra di masa depan.

Komunitas Sastra Siber di Media Sosial:

Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis

Komunitas sastra siber di media sosial seperti Facebook tentu tidak sedikit jumlahnya. Sejak 2012, ketika penggunaan Facebook dan Handphone mulai akrab di tangan masyarakat, banyak komunitas sastra siber bermunculan.

Biasanya, komunitas sastra siber di media sosial hanya mewakili jenis genre tertentu, fanbase, dan platform. Sehingga, sangat mudah menemukannya.

Seperti Light Novel ID yang menjadi komunitas sastra siber untuk genre Light Novel. Ada pula Komunitas Bisa Menulis yang memiliki ragam versi; mulanya komunitas ini dipelopori oleh seorang penulis ternama Indonesia, Asma Nadia dan suaminya. Komunitas ini pun pada akhirnya menjadi sebuah platform menulis. 

Tidak hanya itu, Komunitas Wattpad Indonesia dan Wattpad Lovers Indonesia juga pernah eksis di Facebook sebagai grup Wattpader. Kemudian, lahirlah grup-grup Wattpad lainya.

Untuk komunitas Wattpader sendiri, kini ada juga yang merambah ke ranah afiliasi Shopee, seperti Racun Shopee X Dunia Wattpad. Di dalam komunitas ini, anggotanya tidak hanya mempromosikan karya tulisnya, mereka juga saling merekomendasikan produk Shopee sebagai affilator. 

Masih ada lagi, INGIN MENJADI PENULIS. NAMUN, ENGGAN MENULIS yang sangat dibenci banyak author dan penggiat sastra siber Indonesia. Grup kepenulisan tersebut sangat aktif menjulid, nyinyirin karya author yang brekele, diskusi kepenulisan, membagikan materi dan informasi, serta saling bertukar pikiran terkait dinamika dan problematika kepenulisan sastra siber. 

© Kepenulisan.com. Hak cipta. Developed by Jago Desain