Tertarik pada filsafat tentu bukan karena ingin menjadi filsuf, tetapi karena menyadari bahwa hidup sering kali memunculkan pertanyaan yang tidak sederhana. Tentang makna, pilihan, kegagalan, atau rasa hampa yang sulit dijelaskan.
Ketika rasa ingin tahu itu muncul, langkah paling umum adalah mencari bacaan. Namun, saya sendiri beralasan tertarik untuk membaca filsafat karena bosan dengan fiksi. Meskipun saya tahu, bahwa bahasa dan bahasan-nya berat, istilahnya asing, dan kesannya jauh dari kehidupan sehari-hari.
Saya jadi menyimpulkan bahwa filsafat memang bukan untuk banyak orang. Jadi, artikel ini saya tulis untuk membantu siapapun kamu yang mungkin sama seperti saya, yang ingin menemukan buku filsafat untuk pemula yang komunikatif dan contoh cerita buku filsafat populer.
Sebelum ke arah sana, mari menjawab landasan pembahasannya dulu …
Apa yang Dimaksud “Pemula” dalam Membaca Filsafat?
Dalam konteks membaca filsafat, pemula bukan berarti tidak cerdas atau kurang berpendidikan. Pembaca buku filsafat pemula adalah siapa pun yang belum terbiasa dengan cara berpikir filosofis, istilah-istilahnya, dan gaya penulisan yang sering kali tidak langsung ke inti.
Seorang pemula bisa saja pembaca aktif, penulis, atau bahkan akademisi di bidang lain. Hal yang membedakan hanyalah pengalaman membaca filsafat itu sendiri. Begitupun dengan saya; jujur, saya baru mau membaca filsafat eksistensialisme ketika mencari bahan tulisan.
Karena itu, buku filsafat untuk pemula seharusnya tidak menuntut, tidak mengasumsikan pembacanya sudah memahami sejarah pemikiran Barat atau Timur, dan tidak memaksa pembaca “mengerti semuanya” sejak halaman pertama.
Jadi …
Filsafat, Sebenarnya Tentang Apa?
Secara sederhana, filsafat adalah upaya manusia memahami dunia dan dirinya sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan mendasar. Tentang apa yang benar, apa yang baik, apa arti hidup, dan bagaimana seharusnya menjalani kehidupan.
Filsafat tidak selalu abstrak.
Banyak gagasan filsafat lahir dari pengalaman manusia sehari-hari: rasa takut, kehilangan, kebebasan, tanggung jawab, dan pencarian makna. Karena itu, filsafat sebenarnya dekat dengan kehidupan, meskipun cara penyampaiannya sering terasa jauh.
Dalam novel “Perkontolan Duniawi” yang saya tulis, saya menerapkan paham filsafat eksistensialisme setelah terinspirasi akan sosok Franz Kafka dan karya-nya bertajuk: The Metamorphosis.
Lantas, buku filsafat apa yang sebaiknya dibaca oleh pemula?
Kriteria Buku Filsafat yang Cocok untuk Pemula
Tidak semua buku filsafat layak dijadikan bacaan pertama. Buku yang cocok untuk pemula biasanya memiliki beberapa ciri utama.
- Pertama, bahasanya komunikatif. Penulis atau penerjemah tidak tenggelam dalam istilah teknis tanpa penjelasan.
- Kedua, gagasannya disampaikan lewat contoh konkret atau cerita, bukan hanya definisi.
- Ketiga, buku tersebut memberi ruang bagi pembaca untuk berpikir, bukan sekadar menghafal konsep.
Buku filsafat yang baik untuk pemula tidak harus dangkal, tetapi harus bersahabat, yang mengajak, bukan menguji.
Sekarang …
Rekomendasi Buku Filsafat yang Cocok untuk Pemula.
Buku filsafat yang ramah bagi pemula umumnya berasal dari ranah filsafat populer yang membahas pengalaman sehari-hari, seperti kebahagiaan, makna hidup, atau kegelisahan manusia modern. Meski tidak selalu disusun secara sistematis, buku-buku ini efektif membangun ketertarikan awal pada filsafat.
Karena setiap orang datang ke filsafat dengan minat yang berbeda, ketertarikan personal sebaiknya menjadi titik awal.
Pembaca yang tertarik pada makna hidup dan eksistensi dapat memilih bacaan eksistensialisme populer yang membahas kebebasan, kecemasan, dan tanggung jawab dengan bahasa yang dekat dengan pengalaman manusia.
Sementara itu, filsafat praktis seperti Stoisisme cocok bagi mereka yang mencari cara reflektif menghadapi tekanan hidup. Adapun pembaca yang menyukai narasi dapat memulai dari novel atau fiksi bernuansa filosofis, yang sering kali lebih bersahabat daripada buku teori. Misalnya buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring
1. Dunia Sophie karya Jostein Gaarder: Gerbang Paling Populer untuk Masuk ke Dunia Filsafat
Terbit pertama kali pada 1991, Dunia Sophie dikenal luas sebagai novel filsafat yang ramah bagi pembaca awam. Buku ini memiliki ketebalan sekitar 550–600 halaman (tergantung edisi dan terjemahan), dengan alur yang terasa ringan karena disajikan dalam bentuk cerita detektif-filosofis.
Gaarder memperkenalkan sejarah filsafat Barat lewat dialog dan petualangan Sophie, seorang remaja yang perlahan diajak mempertanyakan makna hidup, pengetahuan, dan realitas.
Saya sebagai pembaca menilai buku ini tidak menggurui, bahkan terasa seperti sedang diajak berbincang santai tentang pertanyaan besar kehidupan. Bagi saya yang pembaca pemula, Dunia Sophie saya anggap sebagai buku yang “membuat filsafat terasa manusiawi dan dekat.”
2. A Little History of Philosophy karya Nigel Warburton: Peta Ringkas Sejarah Filsafat yang Bersahabat
Buku ini pertama kali terbit pada 2011 dengan ketebalan sekitar 280 halaman, menjadikannya salah satu pengantar filsafat yang relatif singkat tapi padat. Nigel Warburton menyusun sejarah filsafat secara kronologis, dari filsuf Yunani kuno hingga pemikir modern, tanpa tenggelam dalam istilah teknis yang rumit.
Saya sebagai pembaca buku ini memuji gaya penulisannya yang jernih dan terstruktur, seolah-olah sedang diajak berjalan santai menyusuri ide-ide besar para filsuf. Alih-alih memaksa saya menghafal teori, buku ini memberi ruang untuk memahami konteks dan dampak pemikiran filsafat dalam kehidupan sehari-hari.
3. The Philosophy Gym karya Stephen Law: Latihan Berpikir Lewat Pertanyaan dan Cerita
Diterbitkan pada 2003, The Philosophy Gym memiliki ketebalan sekitar 240 halaman dan berisi 25 “petualangan berpikir” singkat. Stephen Law menggunakan cerita imajiner, eksperimen pikiran, dan contoh konkret untuk membahas isu-isu filsafat seperti kebenaran, moralitas, dan identitas diri.
Sebagai pembaca, saya menilai buku ini terasa interaktif dan memancing rasa ingin tahu, bukan seperti buku teks. Setiap bab seolah mengajak saya untuk masuk ke “ruang latihan” untuk menguji cara berpikir.
Karena formatnya pendek-pendek, buku ini saya anggap sangat cocok untuk pembaca yang mudah bosan dengan uraian teoritis panjang.
4. Think karya Simon Blackburn: Pengantar Filsafat yang Serius tapi Tetap Akrab
Buku Think pertama kali terbit pada 1999 dengan ketebalan sekitar 300 halaman. Simon Blackburn menulis pengantar filsafat dengan penjelasan yang tenang, mengaitkan gagasan filsafat dengan persoalan nyata seperti kebebasan, etika, dan makna hidup.
Di mata saya sebagai pembaca, buku ini saya anggap sebagai jembatan antara bacaan filsafat populer dan teks akademik. Bahasanya relatif komunikatif, tapi tetap menantang saya untuk berpikir lebih sistematis.
Karena itu, saya merasa kalau buku ini cocok bagi pembaca pemula yang ingin naik satu tingkat setelah membaca filsafat populer berbasis cerita.
5. What Does It All Mean? karya Thomas Nagel: Pertanyaan Dasar yang Mengusik Pikiran
Terbit pada 1987, buku ini sangat ringkas dengan ketebalan sekitar 110–120 halaman. Thomas Nagel merangkum pertanyaan-pertanyaan mendasar filsafat tentang realitas, kesadaran, dan moralitas dengan bahasa yang sederhana dan langsung.
Saya menyebut buku ini sebagai “kecil tapi menggugah.” Tidak ada jawaban pasti yang ditawarkan; sebaliknya, Nagel memberi ruang luas bagi saya untuk berpikir dan meragukan asumsi sendiri.
Buku ini juga direkomendasikan ke saya dulu sebagai bacaan awal karena tidak membuat filsafat terasa berat atau menakutkan.
6. The Problems of Philosophy karya Bertrand Russell: Klasik yang Masih Ramah Dibaca
Ditulis pada 1912, buku klasik ini memiliki ketebalan sekitar 150–200 halaman. Meski usianya sudah lebih dari seabad, gaya bahasa Bertrand Russell relatif jernih dibanding banyak teks filsafat klasik lainnya.
Russell membahas persoalan besar seperti pengetahuan, realitas, dan persepsi dengan pendekatan logis yang tetap reflektif. Sebagai pembaca pemula, saya menganggap buku ini menantang, tetapi memuaskan karena setelah membacanya, cara pandang terhadap “apa yang dianggap pasti” menjadi lebih kritis.
7. The Tao of Pooh karya Benjamin Hoff: Filsafat Timur lewat Cerita yang Hangat
Pertama kali terbit pada 1982, The Tao of Pooh memiliki ketebalan sekitar 160 halaman. Buku ini menggunakan karakter Winnie the Pooh untuk menjelaskan prinsip-prinsip dasar Taoisme secara ringan dan naratif.
Pendekatan Hoff yang tidak terasa mengajar, mengajak merenung perlahan. Meski bukan buku filsafat akademik, banyak yang merasa buku ini efektif melatih cara berpikir reflektif dan kontemplatif, terutama bagi pembaca yang baru mengenal filsafat Timur.
Filsuf yang Relatif Ramah untuk Pemula
Tidak semua filsuf cocok dibaca di tahap awal. Beberapa pemikir menulis dengan gaya yang padat dan abstrak, sehingga lebih baik jangan dulu. Untuk pemula, lebih aman memulai dari buku yang membahas gagasan para filsuf, bukan langsung membaca karya aslinya langsung. Pendekatan ini membantu memahami konteks tanpa harus berhadapan dengan bahasa yang sulit.
Berikut beberapa filsuf yang relatif ramah untuk pemula:
- Socrates: Filsuf dialog dan pertanyaan. Tidak mengajarkan jawaban pasti, tetapi melatih keberanian berpikir kritis tentang kebaikan, kebenaran, dan cara hidup yang layak.
- Epicurus: Filsafat kebahagiaan yang membumi. Menekankan hidup sederhana, ketenangan batin, dan pembebasan dari kecemasan—mudah dipahami karena dekat dengan pengalaman sehari-hari.
- Epictetus: Tokoh Stoik yang praktis dan reflektif. Mengajarkan fokus pada hal yang bisa dikendalikan, terutama sikap dan pikiran, sebagai cara menghadapi tekanan hidup.
- Marcus Aurelius: Stoisisme dalam bentuk renungan pribadi. Melalui catatan harian, ia membahas emosi, tanggung jawab, dan disiplin diri dengan nada manusiawi dan jujur.
- Albert Camus: Filsuf eksistensial yang menulis lewat sastra. Mengajak pembaca menghadapi absurditas hidup dan mencari makna melalui kesadaran dan keberanian eksistensial.
- Bertrand Russell: Pengantar filsafat yang jernih dan logis. Membahas persoalan besar filsafat dengan bahasa relatif sederhana, cocok untuk pemula yang ingin berpikir sistematis.
Intinya:
Filsuf ramah pemula biasanya membicarakan pengalaman manusia, menggunakan bahasa reflektif, dan mengajak berpikir bukan menghafal. Cocok sebagai fondasi sebelum masuk ke filsafat yang lebih teknis.
Tips Membaca Buku Filsafat untuk Pemula
Membaca filsafat tidak harus cepat. Tidak memahami satu paragraf bukan tanda kegagalan. Membaca ulang, berhenti sejenak, atau bahkan melewatkan bagian tertentu adalah hal yang wajar.
Filsafat bukan soal menuntaskan buku, tetapi soal proses berpikir yang muncul selama membaca. Kebingungan seringkali justru menjadi tanda bahwa pikiran sedang bekerja.
Kesalahan Umum Saat Memulai Membaca Filsafat
Kesalahan yang paling sering terjadi adalah memilih buku yang terlalu berat di awal. Kesalahan lain adalah membandingkan diri dengan pembaca yang sudah berpengalaman, atau merasa harus memahami semua isi buku secara utuh.
Filsafat bukan lomba pemahaman. Melainkan, perjalanan yang sangat personal.
Penutup:
Buku filsafat pertama tidak menentukan segalanya. Jika satu buku terasa tidak cocok, bukan berarti filsafat tidak relevan. Bisa jadi, kamu hanya perlu buku yang berbeda.
Jika ada satu hal yang perlu diingat, mungkin ini: dalam membaca filsafat, tidak apa-apa untuk pelan, yang penting, tetap berjalan.
