Author Novel itu Pengarang, Apa Bedanya dengan Penulis?

pengarang novel, penulis novel, author novel, penulis, penulis digital, industri kepenulisan 4.0, menulis novel di handphone, author wattpad, author fizzo, KBM, platform novel

Menjadi penulis di Industri Kepenulisan 4.0 tentu bisa dilakoni siapa saja entah itu hanya sekadar menulis caption Instagram, thread Twitter, novel di Wattpad, atau artikel opini di blog pribadi. Tapi, kenapa hanya yang menulis novel saja yang disebut author? Meski sama-sama menulis tapi kalau dilihat lebih dalam, ada garis tipis yang membedakan antara penulis dan pengarang.

Hai, saya Hendy Jobers a.k.a Hendjobers. 

Dalam kesempatan ini, saya hendak menjawab sebuah pertanyaan mendasar yang pernah saya dapatkan di Facebook saya, akan sebuah perbedaan antara pengarang dan penulis, dan sebenarnya; ada banyak sinonim lain untuk sebutan penulis itu sendiri. Jadi, ….

Apa itu Author Novel?

Siapa saja yang menghasilkan tulisan, dari artikel, puisi, sampai post di media sosial pasti bisa disebut sebagai penulis. Namun, author lebih merujuk pada orang yang menulis karya dengan identitas kepengarangan yang jelas, misalnya buku atau novel. Ya gimana enggak, author itu merupakan terjemahan bahasa Inggris dari kata 'pengarang'.

Jadi, author novel adalah pengarang novel; orang yang menciptakan karya fiksi dengan alur, tokoh, dan dunia yang orisinal. Bedanya dengan penulis biasa ada pada kedalaman karya dan identitas yang melekat. 

Terus … 

Perbedaan Utama antara Author dan Penulis.

Meski sama-sama menghasilkan tulisan; penulis dan author novel sebenarnya punya ruang lingkup yang berbeda. Penulis bisa menulis banyak hal: artikel, esai, blog, puisi, bahkan thread. Cenderung karya yang ditulis singkat atau menengah, dan lebih fokus pada penyampaian informasi, hiburan cepat, atau tujuan edukasi.

Sebaliknya, author novel berfokus pada fiksi panjang. Author harus membangun cerita yang kompleks, lengkap dengan alur, tokoh, konflik, dan pesan mendalam. Dengan tujuan bukan sekadar memberi informasi, melainkan menghadirkan pengalaman bercerita atau story telling yang bisa menyentuh emosi pembaca sekaligus meninggalkan nilai estetika.

Dari sisi identitas, penulis tidak selalu punya “branding” pribadi. Misalnya, seorang ghost writer bisa menghasilkan banyak tulisan tanpa dikenal luas. Sedangkan author novel biasanya lekat dengan karya ikoniknya. Misalnya, Pramoedya Ananta Toer lewat Bumi Manusia atau Suzzane Collins lewat novel yang menjadi favorit saya; Hunger Games. 

Nah, inilah letak perbedaan pentingnya: menjadi penulis bisa dimulai dari mana saja, tapi menjadi author novel butuh proses panjang dan konsistensi. Untuk lebih jelasnya, mari memahami bagaimana proses kreatif seorang pengarang novel bekerja.

Proses Kreatif dan Tantangan Menjadi Author Novel.

Seorang author novel biasanya punya kebiasaan menulis yang disiplin. Ada yang selalu menulis di jam tertentu, ada juga yang menjaga rutinitas membaca lintas genre untuk memperkaya imajinasi. Sebelum mulai menulis, author kerap membuat outline detail agar alur cerita tidak melebar ke mana-mana.

Proses menulis novel sendiri panjang: dari munculnya ide, riset, menyusun kerangka, menulis draft, lalu berulang kali direvisi hingga masuk tahap editing dan akhirnya siap dipublikasikan. 

Perjalanan ini bukan sekadar soal panjangnya tulisan, tapi juga soal kreatifitas. Tidak jarang pengarang harus menghadapi writer’s block, kebingungan karena kebanyakan ide, mood yang tak sesuai atau bahkan kehilangan konsistensi di tengah jalan.

Perjalanan seorang author novel tidak sebatas menulis novel saja. Di industri kepenulisan 4.0 era-nya siber sastra, seorang penulis novel juga berperan sebagai seorang influencer, bahkan ada yang merambah menjadi writerpreneur.

Karier Author Novel di Industri Kepenulisan 4.0

Di era sebelumnya, jalur karir novelis cenderung sempit: menulis naskah, mengirim ke penerbit, lalu menunggu kabar diterima atau ditolak. Sekarang, dengan hadirnya Industri Kepenulisan 4.0 pilihan jalurnya jauh lebih luas dan fleksibel.

  • Penerbitan masih menjadi jalur utama bagi banyak pengarang, dengan sistem royalti dan distribusi buku cetak. Jujur, menerbitkan sebuah buku itu merupakan sebuah pencapaian, meskipun sebenarnya sekarang ini sudah mudah dilakukan, lewat …
  • Self publishing, yang semakin populer karena memberi kendali penuh kepada penulis. Lewat jalur ini, author bisa menentukan harga, strategi promosi, hingga cara menjual bukunya. 
  • Platform digital seperti Wattpad, Innovel, atau Fizzo membuka peluang bagi pengarang untuk langsung bersentuhan dengan pembaca. Bahkan, dari platform ini sering lahir karya yang kemudian diadaptasi ke film atau serial. 
  • Ekosistem digital juga memberi ruang kolaborasi lintas media: novel bisa menjelma menjadi komik webtoon, naskah audio drama, atau bahkan interactive story di aplikasi. Platform seperti Joylada dulu sangat digemari pembaca, sebelum akhirnya timbul alternative universe atau chat-story di X.

Singkatnya, karier author novel kini bukan lagi jalan lurus yang kaku, melainkan sebuah ekosistem dinamis di mana kreativitas bisa menemukan jalannya masing-masing.

Author Novel dan AI di Era Siber Sastra.

Sekarang ada bab baru yang tak bisa dihindari: AI ikut menulis. Teknologi kecerdasan buatan yang bisa membantu pengarang membuat outline, memberi ide plot, atau memperbaiki struktur cerita. Namun, ada batas yang jelas: AI belum bisa menggantikan kedalaman emosi, nuansa budaya, dan kompleksitas karakter yang lahir dari pengalaman manusia.

Kalau kamu tanya, apakah AI akan menggantikan peran penulis novel? Saya pikir jawabanya: belum. Untuk saat ini, AI sangat efisien dimanfaatkan menjadi co-author, karena memudahkan proses kreatif dan penulisan. Namun, ada sisi bahaya-nya juga kalau tidak bijak menggunakannya.

Akhir Kata 

Seperti kata Pramoedya Ananta Toer: “Menulis itu bekerja untuk keabadian.” AI mungkin bisa membantu menulis cepat, tapi keabadian ide dan suara pengarang tetap tak tergantikan.

Perbedaan besar antara penulis biasa dan pengarang novel. Penulis mungkin cukup menyusun kata-kata, tapi author novel menghidupkan dunia. AI bisa jadi alat bantu, bahkan teman kerja kreatif, tapi tetap pengarang lah yang memberi jiwa pada sebuah cerita. 

Jadi, bedanya jelas: penulis bisa siapa saja, tapi author novel punya identitas kepengarangan. Di era digital, identitas itu makin penting; apalagi ketika mesin juga mulai bisa menulis.

Sekian dari saya, terima kasih telah membaca. 

Hendy Jobers

Penulis dan Blogger yang fokus pada Industri Kepenulisan 4.0, Literasi Digital, dan Siber Sastra.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama