Di era industri kepenulisan 4.0, alat menulis dan media penulisan telah mengalami transformasi. Digitalisasi kini menawarkan kemudahan proses kreatif, kolaborasi, hingga publikasi bagi penulis.
Hai, saya Hendy Jobers.
Dalam artikel ini, saya akan membahas berbagai alat dan media menulis yang saya gunakan; yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari proses kepenulisan digital.
Mari memulainya dari …
Aplikasi dan Perangkat Lunak untuk Menulis.
Dunia kepenulisan digital itu ada banyak bidang, sehingga ada begitu banyak pilihan aplikasi dan perangkat lunak; mulai dari yang simpel sampai yang kompleks.
Berikut ini, beberapa aplikasi dan perangkat menulis digital yang banyak digunakan penulis lain dan saya sendiri sudah menggunakannya dalam proses menulis sehari-hari.
Microsoft Word
Siapapun orang-orang yang lahir di masa transisi milenial ke Gen Z, pasti tak asing dengan Ms. Word. Ya gimana nggak, software ini tuh sudah jadi mata pelajaran—bahkan ketika saya SMP di tahun 2009.
Word memang ‘klasik’ dibandingkan dengan aplikasi menulis berbasis cloud yang kini lebih digandrungi, tapi jangan sepele, Ms. Word masih menjadi salah satu alat menulis paling stabil dan serbaguna hingga saat ini.
Sebagai penulis, saya menganggap Word bukan hanya sekadar tempat menulis, tapi juga ruang kerja yang lengkap untuk menyusun dan menulis. Meskipun tidak sefleksibel Google Docs untuk kolaborasi real-time, Word tetap unggul untuk penulisan yang lebih serius dan kompleks.
Bagi saya, Microsoft Word adalah pilihan klasik yang masih sangat relevan di era digital.
Google Docs
Saya sangat suka dengan Google Document–bahkan tulisan ini saya ketik langsung di Google Docs—karena multi-perangkat tapi perlu koneksi internet. Jadi, kadang-kadang saya mengetik dari Laptop Asus ketika sedang nangkring di kedai kopi atau dari handphone Redmi Poco M3 5G ketika nongkrong di kamar kecil.
Kelebihannya jelas: G-Docs bisa diakses dari mana saja, auto save dan mudah dibagikan tanpa harus kirim file. Fitur seperti voice typing atau voice-to-text yang paling saya suka dan mode komentar juga sangat membantu, apalagi untuk pekerjaan kolaboratif.
Meski tampilannya tidak sefleksibel Notion, Google Docs unggul dalam kestabilan dan kesederhanaan. Sangat cocok untuk penulis yang ingin fokus menulis tanpa terlalu banyak gangguan visual. Selain itu, G-Docs saya anggap sebagai "modernisasi" Ms. Word.
Notion
Notion menjadi salah satu aplikasi yang belakangan ini paling sering saya gunakan untuk menulis. Mulanya saya kira aplikasi ini hanya cocok untuk catatan atau manajemen tugas, tapi ternyata lebih dari itu.
Bagi saya sebagai penulis digital, Notion bisa jadi ruang kerja serbaguna karena bisa menulis draft artikel, menyusun outline novel, menyimpan referensi, bahkan mengatur kalender konten dalam satu tempat.
Interface-nya fleksibel, cocok untuk yang suka kebebasan dalam menata workspace sendiri.
Kekurangannya mungkin terletak pada kebutuhan koneksi internet–sialnya, perangkat saya saat ini sudah mulai lemot–dan perlu terbiasa memahami fungsi app-nya.
Media dan Platform Menulis.
Core dari menjadi penulis digital adalah publikasi dan konektivitas, sehingga memilih platform yang tepat dan sesuai merupakan hal yang perlu diperhatikan serius. Kini, ada banyak platform menulis online yang memungkinkan penulis untuk langsung membagikan karya ke pembaca.
Mulai dari blog pribadi, situs komunitas penulis, hingga platform penerbitan mandiri, semua menyediakan ruang kreatif bagi penulis untuk berekspresi dan membangun audiens.
Sebagian platform juga menawarkan fitur monetisasi, memaparkan fitur statistik pembaca, dan komunitas yang aktif; yang mana hal ini semakin membuat proses menulis terasa lebih hidup dan berdampak.
Pada bagian ini, saya akan membahas beberapa media publikasi digital yang pernah saya gunakan dan banyak juga digunakan penulis untuk menyalurkan karya, berbagi ide, dan membangun karir di dunia kepenulisan 4.0
Blog Platform: WordPress dan Blogger.
Kalau ditanya, mana yang lebih bagus … Wordpress atau Blogger? Saya bisa katakan, kalau Wordpress bagus untuk profesional karena ada banyak plugin, sedangkan Blogger bagus untuk ‘enthusiast’ seperti saya. Sebab, Wordpress perlu perangkat keras dan modal, sedangkan Blogger hanya perlu modal yang relatif kecil tapi perlu kerja keras.
Kalau dihitung-hitung, saya pernah menghabiskan IDR500K untuk sewa hosting dan membeli domain ketika mengelola WordPress. Sedangkan di Blog, saya hanya perlu budget IDR150K hanya untuk membeli domain saja. Well, itu tuh harga di tahun 2017-an.
Walau bagaimanapun, keduanya tetap kompatibel sebagai blog platform yang dapat memberikan pendapatan dari penayangan Google Adsense.
Medium: Baca dan Tulis Cerita.
Dari sudut pandang saya, Medium terasa seperti “perpustakaan” tempat orang-orang datang bukan hanya untuk membaca, tapi juga untuk berpikir dan berbagi gagasan. Platform menulis ini lebih fokus pada konten dan sangat ramah bagi penulis yang ingin langsung menuangkan pikiran tanpa ribet dengan desain atau teknis.
Menulis di Medium itu seperti berbicara langsung kepada komunitas yang memang haus akan tulisan berkualitas. Topiknya pun sangat beragam; mulai dari teknologi, kreativitas, filosofi hidup, hingga pengalaman pribadi.
Hal yang paling menarik, Medium juga memberikan peluang monetisasi lewat program partner. Di sini, penulis bisa mendapatkan penghasilan dari jumlah waktu yang pembaca habiskan untuk membaca. Meski tidak selalu besar, tapi masih bisa dijadikan bonus menarik bagi penulis yang konsisten dan tahu cara membangun audiens.
Banyak penulis profesional dan kreatif menggunakan Medium sebagai tempat publikasi esai, opini, atau draf panjang.
KaryaKarsa: Rumah para Author dan Kreator Indonesia.
KaryaKarsa merupakan salah satu platform monetisasi karya digital buatan lokal yang memberi ruang bagi para penulis, kreator, dan seniman untuk mendapatkan dukungan langsung dari para penggemarnya.
Dari sudut pandang saya, KaryaKarsa terasa seperti “rumah kreator” yang mempertemukan karya dan audiens. Berbeda dengan platform menulis lainnya, KaryaKarsa tidak hanya soal publikasi, tapi juga soal apresiasi.
Di sini, penulis bisa menjual berbagai jenis konten digital—mulai dari cerpen, bab novel, artikel eksklusif, hingga e-book atau konten berseri. Penulis bisa mengatur sendiri harga dan jenis akses; apakah kontennya gratis, berbayar, atau khusus untuk berlangganan.
Hal yang paling menarik adalah sistem dukungan langsung dari pembaca. Di sini, pembaca bisa membeli karya, memberikan tip, atau berlangganan. Hal ini memberi peluang bagi penulis untuk menghasilkan uang dari menulis, apalagi jika sudah punya fanbase.
Bagi penulis Indonesia yang ingin membangun karier secara mandiri tanpa bergantung pada penerbit besar, KaryaKarsa menjadi opsi. Platform ini mendukung karya dalam bahasa Indonesia, sistem pembayarannya yang mudah, dan cukup ramah untuk pemula.
Platform Menulis Novel dan Cerita Online: Wattpad, Fizzo, KBM, dan Banyak Lagi!
Kalau berbicara tentang platform menulis novel, hal yang paling saya ingat tentu saja Wattpad, karena bisa dibilang kalau Wattpad merupakan salah satu platform menulis cerita online yang paling populer juga di Indonesia.
Dari sudut pandang saya sebagai penulis, Wattpad adalah tempat di mana siapa saja bisa memulai perjalanan menulis tanpa tekanan—tapi akan banyak mendapatkan tanggapan. Tak peduli apakah baru pertama kali mencoba menulis cerita, atau sudah punya naskah panjang yang belum sempat dipublikasikan, Wattpad memberi panggung untuk penulis berkarya.
Wattpad juga punya komunitas yang besar dan aktif. Sehingga menjadi aplikasi membaca novel yang cocok untuk siapa saya yang suka dengan cerita fiksi bersambung seperti romansa, fantasi, thriller, atau fanfiction.
Tak hanya Wattpad, tentu ada banyak platform menulis novel yang lain; yang lebih berani menawarkan pendapatan ke penulisnya. Seperti Fizzo, Innovel, KBM dan banyak lagi.
Aplikasi Penunjang Produktivitas untuk Penulis.
Menjadi penulis di industri kepenulisan 4.0 bukan hanya soal menulis dan mengetik. Setiap tulisan yang terbit selalu ada proses panjang yang melibatkan riset, brainstorming, pembuatan outline, penjadwalan konten, hingga revisi.
Agar dapat menjalankan semua itu secara konsisten, penulis digital membutuhkan lebih dari sekadar aplikasi menulis. Tentu saja, alat bantu manajemen proyek dan produktivitas sangat diperlukan.
Berbagai aplikasi kini hadir untuk membantu penulis tetap fokus, mengatur waktu, dan melacak progres menulis dengan lebih efisien. Baik untuk menulis blog, mengelola konten media sosial, atau menyusun naskah buku digital; menggunakan aplikasi manajemen proyek bisa membuat pekerjaan terasa lebih ringan dan terarah.
Alat produktivitas yang cocok untuk penulis digital tuh ada banyak banget; kalau dibahas di sini rasanya akan menjadi satu pembahasan yang khusus. Jadi, saya akan memaparkan beberapa saja dengan daftar:
- Google Kalender: Saya biasanya mencatat di kalender tentang proyek apa saja yang saya kerjakan di tanggal tertentu dan berapa hari target-nya. Well, ini penting karena saya memang harus lebih sering memarahi diri saya yang suka bermalas-malasan. Selain itu, di Android, app ini biasanya langsung ada dan gratis.
- Alarm dan Stopwatch: sebagai seorang yang menerapkan teknik pomodoro; app yang selalu ada gratis di handphone ini selalu saya gunakan untuk membatasi waktu saya. Well, saya tidak bisa menulis sepanjang waktu. Alarm membantu saya untuk merefleksikan diri.
- Google Drive: Cloud yang mudah digunakan—bagi saya—karena sudah otomatis ada di handphone. Meskipun kapasitas terbatas, tapi saya punya akun Google Drive sendiri yang menyimpan tulisan.
- Note: setiap handphone pasti punya app notes atau jika memang tidak ada, saya biasanya menggunakan Google Keep untuk mencatat ide atau membuat daftar pekerjaan. Saya bukan Google-Fanboy, BTW.
- Spreadsheet atau Excel: saya menggunakan software dan aplikasi pembuat tabel seperti ini untuk membuat jurnal dan kerangka kerja. Easy to use.
- Canva: berbicara tentang jurnal–dan fungsi lain. Saya sering menggunakan Canva untuk membuat perencanaan atau konsep menulis supaya tidak bosan. Selain karena mudah digunakan, Canva juga gratis walau sejujurnya saya sering jengkel karena perangkat saya lemot banget kalau menggunakan Canva.
- Artificial Intelligence: di tahun ini, saya sangat suka menggunakan aplikasi kecerdasan buatan seperti Chat GPT dan Deep Seek. Sekadar untuk brainstorming, membantu menulis, atau menjadikan AI sebagai co-writer.
Saya perlu menegaskan, siapapun penulis yang menolak eksistensi AI dan memilih untuk melawan-nya alih-alih beradaptasi serta mulai berkolaborasi dengan AI merupakan penulis-penulis yang hipokrit.
Alat Editing dan Proofreading
Editing dan proofreading merupakan proses terakhir menulis sebelum diterbitkan. Biasanya, proses ini tuh fokus pada typo, ejaan atau konsistensi tulisan. Kalau menggunakan Google Docs, biasanya bisa auto-correct. Akan tetapi, jujur saja... saya kurang suka melibatkan AI dalam proses editing dan proofreading.
Nah, berikut ini beberapa aplikasi yang biasanya saya gunakan untuk proses editing dan proofreading tulisan sebelum dipublikasikan:
KBBI
Ringan, mudah dan gratis.
Heran banget sih kalau ada penulis yang masih tidak mau menggunakan aplikasi ini, ya kecuali kalau dia sudah hafal seluruh isi kamus besar bahasa Indonesia. Gak banyak hal yang bisa dibahas dari aplikasi ini karena kompleks dan saya sendiri tidak tahu apa sisi tidak enak-nya.
Tesaurus Bahasa Indonesia.
Belum ada aplikasi resmi dari pemerintah. Sederhananya nih, app Tesaurus ini tuh merupakan kamus sinonim bahasa Indonesia. Jadi, app ini menampilkan banyak sinonim kata supaya tulisan punya ragam kosakata.
Bagi kalangan penulis konten, app ini tuh bagus banget untuk memperkaya kata kunci di dalam tulisannya atau sebagai alternatif dari mengatasi kepadatan kata dalam suatu tulisan.
Cek Plagiarisme: Menjaga Kredibilitas dan Originalitas Tulisan Digital
Dalam dunia kepenulisan digital, orisinalitas adalah segalanya.
Ketika menulis untuk blog, media online, atau platform publikasi apa pun, pastikan bahwa tulisa sudah bebas dari plagiarisme. Hal ini bukan hanya netiket, tapi juga menyangkut kredibilitas, reputasi, dan bahkan ranking SEO.
Sebagai penulis, saya menganggap cek plagiarisme sebagai langkah akhir yang wajib sebelum menekan tombol “publish”. Karena ini merupakan bentuk tanggung jawab dan menjaga profesionalisme, sekaligus bentuk penghargaan terhadap karya orang lain. Terlebih di era industri kepenulisan 4.0 yang serba sat-set karena eksistensi AI, batas antara terinspirasi dan menjiplak bisa sangat tipis.
Beberapa alat cek plagiarisme terbaik yang selalu saya gunakan dan banyak juga digunakan penulis digital antara lain:
- 1 Text
- quetext
- duplichecker
- Paraphraser
- Small SEO Tools.
… untuk situs Small SEO Tools, jujur saya sangat suka banget. Karena, dulu saya belajar menulis SEO menggunakan alat-alat yang ada di situs tersebut secara gratis. Di Blogger tidak ada plugin yang bisa digunakan seperti di WordPress, tapi di Small SEO Tools menawarkan alat-alat yang fungsinya rada mirip dengan plugin WordPress.
Perangkat Keras dan Peralatan Fisik untuk Menulis di era Digital.
Saya sengaja menulis-nya di bagian akhir, supaya tidak lupa kalau perangkat fisik tetap memegang peran penting dalam proses menulis di era digital. Sebagus apa pun software yang digunakan, tanpa perangkat yang mendukung kenyamanan dan fungsional, menulis bisa menjadi aktivitas yang melelahkan bahkan menyebalkan.
Bagi penulis digital, memiliki alat tulis yang sesuai dengan gaya kerja dan kebutuhan pribadi merupakan salah satu bentuk investasi untuk produktivitas.
Mulai dari laptop andal, tablet fleksibel, hingga benda sederhana seperti buku catatan dan keyboard eksternal; semua itu bisa membuat proses menulis lebih lancar, menyenangkan, dan bebas hambatan.
Berikut adalah daftar perangkat fisik untuk menulis di era digital yang umum digunakan oleh penulis, beserta sedikit penjelasan fungsionalnya. Perangkat-perangkat yang mendukung proses kreatif, produktivitas, dan kenyamanan penulis digital dalam bekerja sehari-hari:
Laptop atau PC
Perangkat utama bagi hampir semua penulis digital. Laptop memberikan fleksibilitas untuk menulis di mana saja, sementara PC cenderung digunakan untuk penulisan intensif di rumah atau kantor. Spesifikasi tidak perlu terlalu tinggi, tapi kenyamanan keyboard dan kecepatan sistem jadi prioritas utama.
Tablet dan Stylus
Cocok untuk penulis yang suka menulis tangan, mencoret-coret mind map, atau mencatat ide. Beberapa penulis juga menggunakan tablet untuk mengedit naskah atau membuat ilustrasi pendukung tulisan.
Stylus sangat berguna untuk pengalaman menulis yang lebih natural, dan bagi siapa saja yang merindukan menulis menggunakan pena–seperti saya.
Smartphone
Meski layarnya kecil, banyak penulis yang menggunakan smartphone untuk menulis ide dadakan, membuat draft kasar, atau bahkan mempublikasikan tulisan lewat aplikasi seperti Google Docs, Notion, atau platform blog langsung
Smartphone juga penting untuk komunikasi dengan editor atau komunitas menulis. Jangan anggap remeh, sekarang ini banyak loh penulis yang mampu menyelesaikan novel hanya dengan menulis menggunakan smartphone; mulai dari proses membuat ide, menulis, hingga tahap pratinjau dan sunting.
Keyboard Eksternal
Untuk penulis yang sering bekerja lewat tablet atau smartphone, keyboard eksternal adalah jawaban. Selain ergonomis, alat ini mempercepat proses pengetikan dan mengurangi kelelahan jari saat menulis dalam jangka waktu lama.
Monitor Eksternal
Untuk penulis yang bekerja berjam-jam di depan layar, menggunakan monitor tambahan bisa membantu kenyamanan visual dan navigasi yang lebih cepat.
Saat ini, ada banyak harga monitor yang murah dan terjangkau, sehingga bisa menjadi alternatif bagi penulis yang ingin merasakan sensasi menulis di depan layar sebesar laptop, tapi hanya memiliki handphone saja.
Notebook / Buku Catatan Fisik
Meskipun di industri kepenulisan 4.0 ini merupakan era transisi, tentu masih banyak penulis yang nyaman pada buku catatan untuk mencorat-coret ide, membuat sketsa alur cerita, atau sekadar menulis jurnal harian.
Ada sesuatu yang unik dalam proses menulis tangan yang bisa memicu kreativitas.
Headset atau Earphone
Alat ini berguna untuk fokus saat menulis; baik untuk mendengarkan musik, peredam suara, atau bahkan saat melakukan voice note. Beberapa penulis juga menggunakan fitur dictation (mengetik lewat suara), sehingga membutuhkan kualitas audio.
Saya sendiri, akhir-akhir ini lagi senang banget dengan In-ear Monitor, mau nyoba TWS, tapi agak ragu karena saya perlu menunjukkan bahwa saya sedang menutup telinga supaya tidak diganggu orang lain.
Tips Memilih Alat Menulis Sesuai Kebutuhan
Dengan banyaknya pilihan alat dan media menulis yang tersedia saat ini, tidak semua penulis membutuhkan hal yang sama. Setiap orang punya gaya kerja, kebiasaan, dan kebutuhan yang berbeda dalam proses kreatifnya.
Karena itu, memilih alat menulis yang tepat bukan soal mengikuti tren, tapi soal menemukan apa yang paling mendukung produktivitas dan kenyamanan pribadi. Berikut beberapa tips penting untuk membantu menentukan kombinasi alat menulis terbaik:
Sesuaikan dengan Jenis Tulisan dan Gaya Kerja
Apakah kamu lebih sering menulis artikel pendek, cerita fiksi panjang, atau catatan harian digital? Apakah kamu lebih suka menulis secara multitasking sambil membuka banyak referensi, atau fokus satu jendela saja? Jenis tulisan yang kamu buat akan sangat menentukan alat apa yang sebaiknya kamu gunakan.
Misalnya, jika kamu seorang blogger yang menulis dan mengedit secara online, Google Docs atau Notion mungkin lebih cocok. Tapi jika kamu seorang novelis yang butuh ruang kreatif untuk menyusun cerita panjang, Obsidian bisa jadi pilihan utama.
Orang-orang di Grup Kepenulisan Facebook yang saya kelola, Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis. malah banyak yang mengatakan bahwa mereka cukup membutuhkan Google Docs, Notes di Handphone, atau yang lebih gila... dari WhatsApp.
Gaya kerja juga penting.
Penulis yang suka berpindah tempat akan lebih terbantu dengan perangkat ringan seperti tablet, sementara yang lebih suka menulis di rumah bisa mengandalkan laptop dengan layar besar dan keyboard ergonomis.
Gunakan Kombinasi Alat Digital dan Fisik
Meski era digital menawarkan kemudahan luar biasa, alat fisik seperti buku catatan, sticky notes, atau papan tulis kecil tetap punya tempatnya sendiri dalam proses kreatif penulis. Kombinasi alat digital dan fisik seringkali justru menghasilkan ritme kerja yang lebih seimbang.
Menulis tangan dapat membantu mengeluarkan ide lebih bebas tanpa terganggu notifikasi digital, sementara aplikasi digital memungkinkan pengarsipan dan pengolahan ide secara lebih sistematis. Cobalah menyeimbangkan keduanya sesuai preferensi: misalnya, mencatat ide di buku lalu merapikannya di Google Docs, atau membuat outline di kertas lalu menulis drafnya di laptop.
Penutup
Di industri kepenulisan 4.0 yang perlu praktik konektivitas ini, memahami serta memanfaatkan alat dan media penulisan secara tepat menjadi kunci bagi penulis untuk tetap produktif, efisien, dan relevan.
Bukan hanya soal memilih aplikasi terbaik atau perangkat tercanggih, tapi bagaimana supaya bisa menciptakan cara kerja yang mendukung proses kreatif secara menyeluruh: dari mengumpulkan ide, menulis draf, hingga mempublikasikan karya.
Setiap penulis punya gaya dan kebutuhan yang berbeda. Karena itu, jangan ragu untuk bereksperimen. Cobalah berbagai alat, baik digital maupun fisik, dan temukan kombinasi yang paling cocok dengan cara kerja dan ritme menulis yang sesuai.
Bisa jadi, alat yang awalnya terasa sederhana justru menjadi bagian penting dalam proses kreatifmu ke depan.